BELAJAR KEPROTOKOLAN DAN PAMBIWARA BASA JAWI DI KELURAHAN PATANGPULUHAN

(Patangpuluhan, 25-7-2023) Penyelenggaraan acara, baik yang bersifat resmi, semi resmi maupun yang bersifat sosial kultural, akan lebih sempurna bila kita menguasai seluk beluk keprotokolan. Menurut UU No. 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintah, atau masyarakat.

Aturan protokoler tidak hanya diperlukan untuk penyelenggaraan acara resmi kenegaraan dan kedinasan. Tetapi lebih jauh dapat diterapkan dalam kegiatan yang bersifat budaya di masyarakat Jawa  seperti pahargyan pernikahan, kesripahan, supitan, pengajian dan merti desa. Dengan memperhatikan Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan, diharapkan acara berlangsung dengan baik dan lancar, memperhatikan sampai detail terkecil, sekaligus memberikan penghormatan yang semestinya pada para tamu undangan.

Demikian yang disampaikan oleh H. Iswanto, SIP, pada hari pertama Pelatihan Pembawa Acara Bahasa Jawa Kelurahan Patangpuluhan, pada Jum’at, 21 Juli 2023 di Aula Windu Asri Kelurahan Patangpuluhan. Bapak H. Iswanto sendiri adalah mantan Kepala Bagian Humas Biro Umum, Humas dan Protokol Setda DIY, dan warga Bugisan, Patangpuluhan. Kini beliau berkhidmat di keprotokolan Kraton Yogyakarta. 
Pelatihan Pembawa Acara Bahasa Jawa akan berlangsung selama lima hari, sampai dengan Rabu, 26 Juli 2023. Peserta sebanyak 30 orang dari Kampung Sindurejan, Kelurahan Patangpuluhan. Di samping Bapak H. Iswanto, bertindak selaku instruktur pelatihan ini adalah Bapak Drs. F. Margono Mujiharjo (Margono Wedyapranaswara), eks penyiar RRI dan TVRI Jogja. Materi yang disampaikan kedua instruktur meliputi seluk beluk keprotokolan dan ketrampilan seorang pranatacara/pambiwara basa Jawi.

Bukan hanya teori yang perlu dikuasai, tetapi kemampuan berbahasa di depan publik (public speaking) juga terus diasah dengan banyak latihan. Pada pelatihan ini para peserta diminta untuk tampil membawakan acara dalam bahasa Jawa dan mendapatkan masukan dan evaluasi dari instruktur. Tentu waktu lima hari belum cukup untuk bisa mengenalkan berbagai segi keprotokolan, terlebih yang lebih rumit seperti pada pesta pernikahan. Untuk itu diharapkan peserta terus berlatih seusai pelatihan ini. H. Iswanto mengharapkan agar dibentuk Satgas Protokol di tingkat kampung atau RW. Harapannya apabila ada hajatan atau acara tertentu masyarakat setempat telah siap. Siapa yang jadi pambiwara, pemberi sambutan (pambagya harja), pembaca doa, dan sebagainya. Tentu harus mengajak lebih banyak generasi muda.

Bapak F. Margono menyampaikan lima pedoman pokok bagi seorang pembawa acara (pambiwara) atau secara umum pemberi pidato (sesorah) yaitu 1) patrap (sikap): berdiri tegap, ngapurancang, mimik muka yang selaras, dan trampil memakai mikropon;  2) busana : memakai pakaian yang sesuai, terlebih bila memakai busana Jawa harus memperhatikan paugeran; 3) basa (bahasa): mudah dipahami, dengan kalimat dan kata yang sederhana, tidak bertele-tele, sesuai pedoman bahasa dan sastra Jawa; 4) melok : bisa dilihat audiens, tempat berdiri yang tepat, tidak membelakangi tamu, 5) trawaca :bicara jelas intonasinya, tidak cedal dan bergetar. (Admin Warta)