Kampung Patangpuluhan Gelar Nyadran Ageng: “Adat Dirawat, Jowo Dijogo”

 

(Makam Duwet - Kp Patangpuluhan, 23-02-2025). Salah satu tradisi budaya yang diwarisi orang Jawa dari leluhur adalah Nyadran, yang lazim digelar menjelang bulan puasa Ramadhan. Sebab dilakukan di bulan Ruwah pada penanggalan Jawa sehingga bisa juga disebut Ruwahan. Sebenarnya ini dua hal yang berbeda tetapi berkaitan. Ruwahan merujuk pada tradisi mengirimkan doa pada leluhur yang dilakukan di bulan Ruwah. Sedangkan Nyadran merupakan rangkaian kegiatan budaya yang mengiringi atau meramaikan, misalnya dengan membersihkan makam, kirab dan kenduri atau makan bersama.

Tradisi Nyadran yang merupakan akulturasi budaya Jawa dengan Islam, dimaksudkan untuk mendoakan dan memuliakan para leluhur yang sudah sumare, menghadap Tuhan sekaligus menjadi ajang silaturahmi dan menjalin kebersamaan warga. Yang tinggal jauh pun merasa perlu pulang untuk nyekar menengok makam orang tua dan kerabatnya, yang dilakukan ramai-ramai khususnya di bulan Ruwah/Sya’ban. Sekaligus mengingatkan kita bahwa suatu ketika kita juga akan dipanggil dan menghadap pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Perayaan nyadran mengandung aspek budaya, spiritual dan sosial.

Tradisi Nyadran di kampung Patangpuluhan, Kelurahan Patangpuluhan, sudah rutin digelar tiap tahun, yang dilaksanakan pengurus dan tetua kampung beserta sebagian ahli waris dari leluhur yang dimakamkan di makam Duwet RW 03. Acara utamanya mengirimkan doa dipimpin rois kampung dan makan kenduri bersama. Dua tahun terakhir Nyadran digelar dengan lebih besar. Ada panitia pelaksana, dengan upacara semi-formal dan dihadiri tamu kehormatan dan undangan ahli waris dari leluhur yang dimakamkan di makam Duwet. Terdiri dari warga yang saat ini berdomisili di kampung Patangpuluhan, kampung Sindurejan maupun di luar Kelurahan Patangpuluhan.

Acara Nyadran Ageng berlangsung pada tanggal 22 dan 23 Februari 2025 bertepatan 23-24 Ruwah 1958, dipusatkan di sekitar kompleks Makam Duwet. Pada Sabtu malam dilaksanakan mujahadah akbar yang dihadiri pengurus wilayah kampung Patangpuluhan dan tamu undangan. Sedangkan hari Ahad pagi prosesi upacara diawali dengan kirab tumpeng dan uba rampe yang dibawa kelompok bregada Ima Manggala (Patangpuluhan) dan bregada Rangsang Manggala (Bugisan), kemudian sambutan-sambutan dan pemotongan tumpeng oleh Lurah Patangpuluhan diserahkan ke ketua Kampung Patangpuluhan, Widiatma, SH. Dan diakhiri dengan doa bersama dipimpin Ramlan Wachid. Acara juga dimeriahkan penampilan kelompok hadrah Masjid Baiturachim yang diasuh Dr. H. Mukhijab. Acara diakhiri dengan tilik makam, tabur bunga dan doa  (nyekar) yang dilakukan para ahli waris. Tiap peserta yang dihadir diberikan makanan khas sega berkat, yang dibungkus daun jati.

Dalam sambutannya, Lurah Patangpuluhan, Achmad Asranur Arifin, menyampaikan apresiasi pada pengurus wilayah kampung dan panitia yang berinisiatif dan menjadi penyelenggara kegiatan Nyadran Ageng ini. Ini merupakan salah satu cara bagi kita yang masih hidup untuk tetap memuliakan dan mendoakan para leluhur. Insya Allah kegiatan yang bernuansa budaya dan spiritual ini membawa hikmah dan makna bagi yang mengikuti. Sesuai dengan tema yang diangkat “Adat Dirumat, Jowo Dijogo”, sudah seharusnya tradisi yang baik itu dipelihara dan dilestarikan dan budaya Jawa yang penuh kearifan perlu dipertahankan. Pada tahun-tahun mendatang event Nyadran Ageng diupayakan agar bisa didukung dana kelurahan, dengan tetap mengedepankan swadaya masyarakat. Tentu dengan anggaran yang lebih besar bisa digelar acara yang lebih banyak dan meriah dengan jangkauan peserta lebih luas.

Pada kesempatan itu diserahkan bantuan pakaian kerja bagi tim gali kubur Makam Duwet dari anggota DPRD DIY, RB Dwi Wahyu Budianto, S.Pd, M.Si, yang diterima juru kunci Makam Duwet, Suhartono Tili.